Restu Itu Penting

Saturday, July 17, 2010


Hari ini adalah hari yang sangat menentukan bagi seluruh siswa-siswi se-Indonesia yang telah mengikuti tes SNMPTN. Mengapa? Karena hari ini adalah hari diumumkannya hasil tes tersebut.

Saya juga mengikuti tes itu. Tapi, entah mengapa saya sama sekali tidak merasa deg-degan atau semacamnya. Feeling saya mengatakan bahwa saya tidak akan lolos dalam tes tersebut. Maka dari itu, saya sudah menyiapkan mental.


Ketika saya hendak memasukkan nomor ujian untuk mengetahui hasilnya, saya masih merasa biasa-biasa saja. Dan ketika saya enter, ternyata hasilnya adalah: Maaf, nomor peserta ***-**-********* tidak diterima. Jujur, saya tidak kaget! Karena saya sudah menduganya.
Bukan berarti saya pesimis, tidak! Restu orang tua adalah nomor satu. Saat saya mendaftar SNMPTN, saya tidak didampingi orang tua. Khususnya ibu saya. Bukan berarti saya anak mami lho! Maksudnya, didampingi ibu dengan alasan diberi restu. Hmmm.. Terlihat repot sekali! Memang.. Tapi, ini sangatlah penting. Dimana orang tua memberi restu (khususnya ibu), disitulah Allah SWT juga menurunkan restunya.

Oke, kembali ke topik awal. Permasalahannya adalah saya mengikuti ujian kelompok IPC. Dalam IPC diberi 3 kesempatan untuk memilih universitas beserta jurusannya. Saya sudah dapat memilih 2 universitas dan jurusannya. Nah, yang 1 ini saya bingung! Katanya ibu sih, terserah saya. Asal, sesuai dengan minat. Ya sudah, tanpa berpikir panjang saya menjatuhkan pilihan ketiga pada salah satu universitas ternama di Malang dengan jurusan yang saya minati. Ketika saya pulang dan menyerahkan nomor pendaftaran, sontak ibuku kaget! Kok berani-beraninya saya memilih universitas tersebut tanpa meminta ijin. Saya jawab, bahwa waktu itu ibu bderkata terserah saya asalkan sesuai dengan minat. Tetapi, yang terjadi adalah pertengkaran kecil antara kami berdua. Saya sangat marah! Karena tidak sesuai perjanjian awal. Ternyata yang diharapkan ibu adalah sesuai dengan minat saya dengan catatan universitas tersebut bertempat di Surabaya. Dan akhir kata, ibu berucap bahwa saya tidak akan lolos. Wow, betapa tercengangnya saya! Huft... Ya sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur.

Keesokan harinya, entah mengapa saya merasa tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin karena semalam. Dan sejak saat itu, saya sudah berfirasat bahwa apa yang akan saya lakukan (termasuk tes) adalah sia-sia.

2 comments:

Soumboy said...

huft...
klo aku di dampingi dengan sepenuh hati ma ibuku, n' hasilnya cukup memuaskan juga.

Maaf, nomor peserta ***-**-********* tidak diterima

hehehe, lucu jg klo mendengarnya..


backlingan yok?!
Soumboy

Ndah Nuph said...

ndahnuph
alhamdulillah, syukur deh kl begitu.
emang lucu ya? dari mananya?
backling? hmm.. bukannya saya sombong, tp saya sdg bljar mmbuat posting sendiri.^^
nnti ad wktunya sndiri kok.

Post a Comment